Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Coba Kita Renungkan

Coba kita renungkan, sudah efektipkah sistim Pemilu seperti ini?

Partai mengajukan capres/cawapres berdasarkan elektabilitas. Lalu dikampanyekan lagi ke masyarakat untuk dipilih oleh rakyat.

Masalahnya :

Elektabilitas yang dimiliki capres pun tak menjamin  integritas dan loyalitas kepada rakyat.

Dalam kampanye, janji2 para calon kepada rakyat selalu saja semu karena hanya ingin terpilih. 

Faktanya, bila sudah terpilih janji tinggal janji,banyak yang tak bisa ditepati. Bahkan pejabat terpilih terkesan menjauh, menjaga jarak dengan rakyat,yang pada waktu kampanye rakyat seolah2  sangat diperhatikan.

Politik uang selalu saja terjadi baik  dilakukan oleh tokoh2 masyarakat setempat maupun para petugas partai. Yang dikenal dengan serangan fajar.

Karenanya biaya logistik menjadi sangat besar karena kampanye dilakukan diseluruh Ind.

Untuk membiayai biaya kampanye,dipastikan para pengusaha besar/ konglomerat ikut campur dalam masalah logistik. Karena partai memang tak memiliki dana yang cukup.

Akibatnya,terjadi take and give antara para pejabat terpilih dengan para pengusaha.Padahal,para pengusaha besar adalah economic animal. 

Seperti terjadinya kasus migor sekarang ini. Sangatlah muskil,negara penghasil sawit terbesar masyarakatnya kesulitan memperoleh migor.

Para calon eksekutif dan legislatif harus bisa/mau menyetorkan dana yang sangat besar untuk partai untuk biaya logistik. 

Akibatnya,bila sudah terpilih, menjadi pejabat, terjadi hitung2an bisnis : antara biaya yang sudah dikeluarkan dan income yang harus diperoleh.

Akibat berikutnya,sang pejabat harus berurusan dengan KPK.

Overall,sistim ini tidaklah valid, mengandung biaya sangat besar tetapi tak sesuai dengan hasilnya, efektifitasnya. Selain dengan sistim ini baik integritas maupun loyalitas para pejabat terpilih tak bisa terjamin.

Konon anggaran untuk pemilu 2024 sebesar 105 trilyun (pemilu 2019 hanya 25 trilyun). 

Alangkah bermanfaatnya dana sebesar itu bila digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

                  *

Komentar