Postingan

Menampilkan postingan dari Mei 13, 2022

Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Everything is Oke !!

 Bagaimanakah peta perpolitikan di Indonesia setelah 2024 nanti? Siapakah yang akan menggantikan Jokowi? Apakah partai koalisi Indonesia maju akan bubar? Koalisi akan berubah? Partai apa saja yang akan berkoalisi dengan siapa? Ada berapa banyak kah capres yang akan maju? Partai apa mengusung siapa? Apakah akan terjadi 1 atau 2 putaran?   Akan terjadi lagikah politik identitas? Apakah situasi nasional akan aman, nyaman, dan reda dari kegaduhan? Atau akan terjadi, terulang lagi polarisasi seperti 2019? Bahkan lebih dahsyat? Sederet pertanyaan muncul, dan bulu ketiak merinding ketika saya akan memulai tulisan ini. Tak begitu mudah untuk menjawabnya, karena selain ini pertanyaan2 sensi, semua politisi akan bilang memang politik itu dinamis,mudah berubah. Ibarat memegang seekor belut. Licin. Sangat licin, jadi sangat  susah untuk dipegang. Saya sendiri tak mengerti kenapa politik itu dinamis. Bukankah yang baik itu yang konsisten dan bisa konsekwen akan apa yang telah diu...

Itu Masalahnya......

 Pemilu tahun 2024 masih 1,5 tahun lagi.Masih lama Masih lama bagi orang2 biasa. Tapi bagi partai, bagi orang2 politik sudah dekat. Karena itu mereka  sudah demam  pemilu. Sudah dari sekarang. Para tokohnya pun sudah mulai wara-wiri, kesana kemari saling kunjung mengunjungi, mengatur strategi. Supaya bisa menang  dalam pemilu. Karena ingin berkuasa,(demi bangsa dan negara he he......). Ingin berkuasa? Ya,ingin berkuasa. Bila tak ingin berkuasa untuk apa  orang mendirikan partai. Itu pula yang dikatakan Yusril Ichza Mahendra, seorang pengacara beken papan atas. Yusril benar. Untuk apa orang susah payah mendirikan partai bila tak ingin berkuasa. Karena selain repot,juga  biayanya besar. Sangat besar. Sebab, untuk bisa mengikuti pemilu, suatu partai harus mempunyai wilayah diseluruh Indo.                    Partai adalah jantungnya  negara.Bila tak ada partai tak akan  ada suatu pemerintahan.Bagaimana...

Collective Unconscious

Malam ini tiba2 saya teringat akan kenyataan: direpublik ini, setiap 5 th diadakan pemilu. Rakyat memilih para wakilnya  (DPR ) dan presidennya. Timbul pertanyaan,sudah benarkah dan tepatkah  mekanisme pemilihan seperti itu? Bukankah mekanisme seperti itu hanya memberikan kesan se-akan2 demokratis tapi sebenarnya hanya menghambur-hamburkan biaya. Tapi hasilnya sama sekali tak efektip, tak sesuai dengan biayanya. Pemilu 2019 pemerintah telah menggelontorkan dana 25 trilyun,yang hasilnya hanya  seperti ini : korupsi semakin merajalela,riuh dan gaduh tak henti2,harga2 terus meningkat,dst dst. Pemilu tahun 2024 konon biayanya akan menelan Rp.100 trilyun lebih. Wah! alangkah besar dan akan sangat bermanfaat bila biaya  itu digunakan untuk hal2 yang bisa mensejahterakan rakyat. Sampai disini saya lalu teringat akan idenya seorang filsuf sekaligus juga psikolog bernama Carl Gustav Jung tentang apa yang dinamakannya  Collective Unconscious (ketidak sadaran yang kolektif...