Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Bisakah Rakyat Akan Makmur?

Dengan gampang kita bisa mengatakan : nasib 270 juta penduduk Indonesia, sangat ditentukan oleh partai.

Jelasnya , kronologisnya begini. Yang berkuasa, yang memimpin negara ini adalah para pejabat. Merekalah yang jadi pemimpin dan berkuasa. 

Mereka , presiden, menteri, gubernur, bupati,anggota DPR dll adalah orang2 yang akan sangat menentukan : apakah rakyatnya akan hidup senang dan makmur atau akan sengsara dan kismin. Mereka,para pejabat,pemimpin, yang berkuasa itu adalah  orang2 politik  yang berasal dari partai.

Disuatu kementrian misalnya, baik itu jabatan dirjen atau menteri, adalah jabatan politis. Suatu jabatan yang hanya bisa diisi oleh orang2 politik. Bila bukan orang politik, no way  untuk bisa menduduki jabatan tsb.

Satu hil yang mustahal bagi orang2 non partai politik untuk bisa menduduki jabatan tsb.

Jadi sekali lagi, dengan sangat mudah dan gamblang kita bisa mengatakan, nasib 270 juta penduduk di  Indonesia ini akan sangat ditentukan oleh mereka, oleh partai2, oleh orang2 politik.

Celakanya,dipartai itu,untuk bisa mengajukan diri menjadi seorang pejabat taklah sesederhana dan semudah yang diperkirakan oleh banyak orang. Kader sekalipun.

Untuk mengajukan menjadi calon Bupati saja misalnya, tak cukup hanya dengan otak yang encer, pintar bicara dan hanya memiliki kompetensi,tapi juga diperlukan fulus yang cukup banyak yang harus disetorkan ke partai agar bisa terdaftar sebagai calon. 

Untuk apa? Katanya untuk biaya operasional, kampanye.Entahlah.

Karena itu,bagi yang tak punya banyak fulus,jangan mimpi kalau bulan akan segera turun ke bumi, apalagi ditengari siang bolong.

Itu sebabnya belakangan ini, banyak artis karena  jobnya sepi order,tapi masih banyak duit lalu pada hijrah ke politik, ikutan menjadi anggota atau kader dipartai tertentu dengan tujuan agar bisa menjadi pejabat atau istilah kerennya jadi  anggota eksekutif, legislatif, wakil rakyat.

Mereka,dari segi fulus memang memungkinkan,dari hasil yang mereka peroleh ketika sedang populer,sedang naik daun,ngetop. Tapi bagaimana bagi mereka yang sudah lama jadi kader tapi tak memiliki banyak fulus?

Pasti kesulitan, dan halu karena impossible. Untuk mengajukan diri menjadi calon harus banyak fulus  karena fulus  merupakan syarat utama dan mutlak untuk bisa dicalonkan menjadi pejabat oleh partai meskipun otak encer, dan memiliki kompetensi.

Itu sebabnya,menjelang  pemilu banyak para kader yang menjual hartanya ( bahkan berhutang) kepada bank atau pihak lain agar bisa mendaftarkan diri kepartai supaya bisa jadi calon pejabat.

Sampai disini saya ingat akan pengalaman tokoh Islam almarhum Dr. Nurcholis Majid ketika dicalonkan jadi capres setelah menang dalam konvensi Golkar. Mulanya dia bersedia jadi capres,tapi kemudian mengundurkan diri ketika dimintai uang mahar.

"Satu rupiah pun saya tak bersedia bila harus memberi mahar",kata Nurcholis kala itu. Akhirnya iapun batal jadi capres.  

Dengan adanya keharusan ini, akan  terjadi dua kemungkinan. Yang bisa menjadi pejabat lalu berhitung berapa modal yang telah digelontorkan hingga bisa jadi pejabat, dan berapa pemasukan yang harus diperoleh agar bisa kembali modal - termasuk laba tentunya.

Selanjutnya karena hitung2an tsb,bukan tidak mungkin (bahkan sudah banyak contoh dan fakta) mereka,para pejabat tsb,terpaksa harus berkenalan dengan KPK yang sebelumnya tak dia  kenal.

Kemungkinan yang kedua,bagi mereka yang telah habis2an mengeluarkan dana, yang besarnya  bisa sampai puluhan milyar rupiah,tetapi tak berhasil menjadi pejabat, akan pusing tujuh keliling bahkan mungkin bisa menjadi ODGJ,karena harus mengembalikan dana yang diperoleh dari hasil  pinjaman.

Bila kita melihat cara pejabat2 yang bisa menjadi penguasa lalu memimpin negeri  seperti ini, bisakah kita berharap kalau  rakyat akan  hidup makmur?

                         *

Komentar