Raden Anjana
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Raden Anjana. Begitulah orang2 disekeliling memanggilnya. Nama lengkapnya Rd. Anjana Wiraatmaja Kusumadilaga. Dari namanya orang bisa menebak dia keturunan ningrat dari kalangan Sunda.
Tapi nama itu hanya tertulis diijasah ketika ia telah lulus bersekolah di THS (Technische Hoge School) yang kini disebut ITB (Institut Teknologi Bandung). Di KTP sudah tidak lagi.
Sebutan Raden kala itu memang sangat terhormat,dan selalu melekat dalam kartu nama maupun dalam panggilan se-harinya, dikalangan teman2nya, baik itu yang selevel tingkat pendidikan dan derajatnya maupun yang berbeda.
Hingga pra tahun '60an, saya masih ingat, sebutan Raden masih sering diucapkan dan menjadi kebanggaan bagi yang memilikinya. Kita masih melihat dirumahnya tertulis nama Rd. meski hidupnya tak lagi kaya raya dan tak lagi menjabat apapun.
Maklum aroma kolonial dari jaman penjajahan Belanda masih tersisa dan terasa kental. Kala itu para penjajah yang berada di Indonesia memang sangat akrab dan menghargai para bangsawan Sunda yang disebut Raden
Privelege pun diberikan oleh orang2 Belanda yang kala itu disebut meneer kepada para bangsawan terutama dari keturunan ningrat.
Berbeda dengan bukan keturunan bangsawan,alias kaum sudra atau proletar,orang2 Belanda menyebutnya sebagai inlander busuk yang sama sekali tak menghargai karena tak memiliki derajat. Mereka kaum sudra adalah kaum yang sangat terhina.
Kita bisa melihat bagaimana terhinanya kaum sudra disuatu kerajaan (yang disebut abdi dalem). Ketika selesai menghadap sultan dan akan kembali ketempat asalnya.
Para abdi dalem harus berjalan mundur sambil jongkok, tak bisa pergi berdiri membelakangi sang sultan yang sedang duduk di singgasana.
*
Kini situasi telah berubah. Kita sudah jarang bahkan tak lagi mendengar sebutan Raden bagi seseorang meski memiliki keturunan bangsawan.
Ini disebabkan selain pemerintah sekarang telah menganut sistim demokrasi : setiap orang memiliki hak yang sama.Juga karena perkembangan jaman itu sendiri. Karena pada dasarnya segala sesuatu memang berubah sesuai dengan perubahan itu sendiri. Aksioma.
Ketika dijaman kolonial dulu sang Raden sambil bertolak pinggang dan cukup hanya dengan satu telunjuknya menyuruh kaum sudra (baca orang2 miskin) yang menjadi pesuruhnya. Kini diera modern dan dialam demokrasi kejadian seperti itu jarang terlihat lagi.
Kelompok kaum sudra yang dulu harus membungkuk bila bertemu dengan sang meneer atau Raden,kini lenyap sudah. Walaupun mungkin masih ada di onderneming2 tertentu, di-tempat2 perkebunan yang terpencil nun jauh disana.
Apakah sistim demokrasi yang kita anut sekarang ini lebih baik ketimbang jaman kolonial dulu? Dari segi moral dan etika?
Dimana para sudra kini tak lagi membungkuk dan penuh hormat. Tak harus penuh sopan santun terhadap majikannya?. Tak harus taat dan penuh tatakrama,serta unggah ungguh Bahkan bisa mendebat dan protes?.
Tidak lagi. Semua itu sudah berubah. Bahkan dialam demokrasi ini orang bisa semaunya bicara,seenak perutnya seperti yang sering dilakukan Rocky Gerung. Tanpa sedikitpun etika,nilai moral, rasa hormat dan menghargai orang lain.
Manakah yang lebih baik??
*
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar