Proyek Fiktif dan Soal Lain
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Saya paham kalau kekuasaan itu memiliki magnet dan daya tarik yang sangat dahsyat, sehingga orang berebut ingin menggapainya,terutama orang2 yang merasa dirinya pintar.
Saya juga paham,orang rebutan ingin berkuasa karena memang sangat enak.
Dan kekuasaan punya peranan sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dengan berkuasa orang bisa memerintah, bisa membuat anggaran untuk pembuatan proyek2.
Tinggal bikin proposal, diajukan, disetujui lembaga yang bersangkutan, lalu dana pun keluar. Sip.
Setelah dananya keluar, apakah proyek itu dikerjakan dengan baik atau asal2an, itu soal lain.
Bahkan,apakah proyek itu ada atau tidak. Jelasnya : fiktif. Itu juga soal lain.
Tapi itu bisa terjadi direpublik kita yang tercinta.
Seperti data bansos yang katanya 21 juta orangg fiktif.
Wizz, 21juta fiktif? sementara data itu merupakan acuan untuk bisa memperoleh anggaran, dana dari lembaga keuangan. And than,bisa kebayang berapa jumlah dana dari 21 juta fiktif? Sahohah !!
Mengapa itu bisa terjadi?
Bisa,sangat bisa.Dan untuk bisa terjadi begitu di negara yang berazaskan Pancasila ini gampang. Tinggal diatur. Karena dipoint 5 Pancasila ada kalimat keadilan bagi rakyat Indonesia.
Dibidang apa saja hal2 seperti ini bisa terjadi?
Diberbagai bidang : kesehatan,pendidikan,agama, Pokoke bisa terjadi disetiap lembaga pemerintah.
Yang penting,bikin proposal, dengan dalih untuk kepentingan ini dan itu
(tulisannya penting dan bermanfaat),disetujui,anggaran keluar. Pejabat pun happy. Very-very happy.
Kenapa pejabat happy?
Karena kemungkinannya bisa macam2. Bisa anggaran itu di mark up dulu sampai segelembung mungkin, agar bisa lebih leluasa membagi2nya.
Setelah itu para stakeholder bisa "bancakan" atau "bagito" alias bagi roto. Karena dalam anggaran itu memang banyak sekali lebihnya.
Atau bisa juga kalau proyeknya memang tidak ada sama sekali alias fiktif, sehingga bancakannya bisa lebih leluasa lagi. Asyik kan?
Apakah para pejabat diperusahaan2 swasta bisa begitu juga? Sangat kecil kemungkinannya karena swasta berbeda dengan pemerintah. Swasta biasanya selain ketat,perolehan dananya pun lain dengan pemerintah.Meski sama2 mengajukan proposal.
Kalau pemerintah , dana diperoleh dari hasil pajak rakyat yang ditampung oleh kementrian keuangan.
Tapi kalau swasta dana harus cari sendiri, dan ke banyakan kredit dari bank
Jadi kalau pegawainya macam2,perusahaannya bangkrut,oleh bank disita
Apakah cerita seperti ini baru terjadi sekarang, hanya diera reformasi? Oh no !!
Sejak dulu,sejak jaman kuda gigit tape pun hal seperti ini sudah ada.
Cuman bedanya : kalau dulu skalanya masih kecil masih jutaan rupiah. Sekarang sudah milyaran bahkan bisa trilyun rupiah
*
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar