Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Point of Reference, Unfairness, Non Gentleman

Kalau orang bertanya kota Salatiga itu terletak diutara atau diselatan, maka jawabannya adalah tergantung.

Lho, kok tergantung? Ya tergantung, dimana orang itu sedang berada. Bila dia berada di selatan, maka jawaban yang harus diberikan adalah terletak  diutara.

Tetapi kalau orang tsb sedang berada diutara jawaban yang tepat untuk diberikan : diselatan.

Kok berbeda? Ya memang akan berbeda. 

Terjadinya jawaban yang berbeda  ini disebabkan karena  point of reference yang  juga berbeda. Atau sudut pandang yang berbeda.

Kalau seorang karyawan gajinya Rp.4juta/bulan dan seorang general manager rp.20 juta/bulan karyawan tsb tak bisa dan tak boleh dengki, dengan mengatakan: ini  sangat unfairness atau tidak adil.

Kenapa? Karena posisi, pendidikan,  kemampuan, pengalaman, tanggung jawab  masing2  yang memang sangat berbeda.

Perbedaan2 inilah sebenarnya yang bila tak disadari sepenuhnya bisa menimbulkan persepsi tentang ketidak adilan.  

Sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan terjadinya dispute atau perselisihan sesama manusia. Dimanapun.

                    *

Ketidak adilan. Itulah isue yang selalu dilontarkan dan di-dengung2kan oleh kelompok2 tertentu, dimanapun, terutama oleh mereka2 yang sedang terlibat dan berkecimpung didunia politik praktis.

Isue ini  selalu saja menggema disepanjang masa dan tak henti2, dalam peradaban yang bagaimanapun, selama manusia masih berkutat dengan dunia politik yang ujung2nya  kekuasaan.

Sah2 saja bila orang ingin memiliki kekuasaan dan berkuasa. Siapapun. Karena itu adalah nature dan manusiawi. Sah2 juga bila orang selalu ingin mempertahankan kekuasaan. Itupun nature dan sangat manusiawi.

Lantas apa sebenarnya yang bisa membuat terjadinya dispute dalam  memperoleh kekuasaan?

Jawabannya mudah saja: Non gentleman

Dengan non gentleman, alih2 tak memperoleh dan tak menggenggam kekuasaan, orang lantas men-cari2 excuse, alibi, atau kambing hitam, sehingga menimbulkan dispute dan kegaduhan.

Padahal dijaman yang sudah modern ini orang telah banyak membuat agreement dalam memperebutkan sesuatu.Berbeda dengan jaman purbakala atau jaman jahiliyah. Dijaman modern  ini orang telah membuat berbagai kesepakatan2 secara rinci yang bisa mengikat semua pihak.

Namun kesepakatan menjadi tak berarti dan tak bermanfaat bila salah satu atau kedua pihak telah melanggarnya. Dengan kata lain,orang harus konsisten dengan kesepakatan bersama.

Jelasnya,direpublik ini untuk bisa memperoleh kekuasaan orang harus mengikuti pemilu yang diadakan setiap 5 tahun sekali.Bila ternyata kalah, harus  sportif, gentleman, dan mau menerima kekalahan. 

Bila masih berambisi untuk dapat memperoleh kekuasaan, bisa kembali bertarung pada pemilu berikutnya - juga dengan kesepakatan2 yang sudah disetujui bersama.

                 *

Komentar