Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Era Informasi

Ketika  Sudomo masih menjadi Pangkopkamtib (Panglima komando  operasi pemulihan keamanan & ketertiban), diera orde baru, maka yang dilakukannya adalah :  dibreidelnya beberapa surat kabar dan majalah.

Ini dia lakukan karena menurutnya,berita2 di koran dan majalah yang mengeritik kebijakan pemerintah,bila dibiarkan akan menimbulkan keresahan dimasyarakat. 

Karena itu menurut mantan Pangkopkamtib ini, ketimbang pemberitaan2 di media massa menimbulkan resiko dan  gejolak dimasyarakat, lebih baik  ditutup. Namut menurut Sudomo tindakan itu juga terpaksa dia lakukan, sebagai tindakan preventif, mesti sebenarnya tidak populer

"Ada surat kabar salah, nggak ada juga salah", ucapnya ketika itu menanggapi pertanyaan  wartawan kenapa media massa harus diberangus.

Apa yang dikatakan Sudomo ada benarnya. Informasi memang sangat diperlukan. Tetapi pemberitaan yang keliru dan menghasut,  bisa  menggiring opini dan meresahkan masyarakat. Sudomo waktu itu sudah merasa kuatir kalau hal itu bisa sampai terjadi. Padahal, jumlah surat  kabar dan majalah waktu itu masih belum sebanyak medsos sekarang. 

Bahkan ketika itu belum ada smartphone. Jangankan smartphone hp jadul yang bisa untuk sms saja belum ada. Bahkan telepon rumah saja masih  jarang.

Sekarang, hampir setiap orang memiliki smart phone, dan bisa dengan bebas  ngetwit semaunya, seenak perutnya, tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi kelak.

Seperti penyebaran berita2 hoax yang tiap orang bisa melakukannya bisa dengan mudah dan cepat menyebar hanya dalam hitungan detik.

Bahkan, berita2 hoax tidak saja dilakukan oleh orang per orang. Sekarang timbul  buzzer yang  diciptakan secara bisnis hanya untuk meresahkan masyarakat dan untuk menjatuhkan lawan dengan cara2 yang kotor dan sangat tak bermoral.

Begitulah perkembangan dunia informasi sekarang. Masyarakat setiap hari dijejali oleh ratusan aneka informasi, sehingga sulit untuk membedakan mana yang betul2 akurat,mana yang hoax.

Pertanyaannya : apa yang harus dilakukan pemerintah menghadapi situasi seperti ini? Tidak ada,dan tidak bisa, karena memang sangat tidak mudah.

Pemerintah tak kan bisa   melarang agar masyarakat tidak menyebarkan berita2 hoax, dan melaku-kan check and rechek sebelum mempercayainya. Atau menutup akun2 pribadinya selama smart phone masih ditangan para penggunanya.

Inilah resiko dari abad informasi. Menjadi simalakama. Ada informasi salah, tidak ada informasi juga salah. Seperti pisau yang bermata dua : bisa dipakai untuk hal2 yang berguna dan bermanfaat.

Tapi bisa juga untuk hal2 yang negatif yang bisa sangat merugikan umat manusia


Komentar