Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Budaya Mengkritisi

Budaya Mengkritisi, Sepertinya dikita tidak ada budaya mengkritisi masalah2 sosial yang sepele, yang kecil2 yang terjadi dalam kehidupan. 

Padahal,dalam kehidupan se-hari2 sering kita temui dan alami hal2 yang keliru , yang tak seharusnya terjadi baik itu yang disadari atau tidak disadari.

Dalam kenyataannya, orang sering disibukkan oleh kegiatannya se-hari2 baik itu yang bekerja di kantor, berangkat pagi pulang sore atau malam. 

Yang berjualan,karena kesibukannya, juga  menghabiskan waktunya seharian. Atau kegiatan2 lain yang bisa membuatnya sangat sibuk,sehingga masalah2 sosial yang kecil2  acapkali terlupakan dan barangkali terabaikan karena menganggap masalah2 seperti itu tak penting, tak perlu dikritisi. 

Dan walaupun tahu ada hal2 yang tak benar dan tak seharusnya terjadi,  selalu diabaikan, karena  mempermasalahkan hal2 seperti itu hanya akan mem-buang2 waktu saja karena dinilai tak perlu dan tak ada gunanya. 

Kita misalnya tak pernah mengkritisi masalah tagihan listrik. Yang bila  terlambat membayar  kita akan dikenakan denda. 

Bahkan kalau sudah lewat  jatuh tempo yang  ditetapkan PLN, aliran listrik  diputus. Dan baru dinyalakan lagi bila telah membayar lunas.

Akan tetapi bila listrik mati seharian atau semalaman, kita tak pernah bisa mengajukan komplain dan menuntut kompensasi, karena kita dianggap/menganggap tak berhak menuntutnya. 

Sebab, itu adalah selain  hak dan kewenangan PLN,juga berpendapat tak ada ketentuan  konsumen mengajukan kompensasi.

Begitu pula bila kita naik kereta atau pesawat.

Sebagai konsumen kita akan diberlakukan hal yang sama. Bila datang terlambat dari jadwal pemberangkatan  yang telah ditetapkan,kita akan ditinggal. Tetapi bila  pemberangkatan  kereta yang terlambat kita  juga tak bisa berbuat apa2. 

Atau sebagai ortu murid kita juga tak pernah mengkritisi : bila murid akan masuk sekolah  tahun ajaran baru,  harus membayar uang pendaftaran ,uang gedung, uang pagar dll. 

Padahal gedung dan pagarnya sudah ada. Bahkan untuk sekolah2 negeri gedung,pagar, ditanggung pemerintah.

Begitulah hal2 yang sepele dan kecil2, selalu luput dari pengamatan dan kritisi masyarakat. Karena memang budaya mengkritisi belum tumbuh dimasyarakat.

Padahal,dalam transaksi apapun, seharusnya terjadi kesepakatan di  kedua pihak. Dikatakan fair ,  bila kewajiban tsb dilaksanakan sesuai dengan tugas, fungsinya masing2. Tapi kenyataannya kesepakatan,dan fairness tak pernah ada, terjadi.

Masih banyak masalah2 sosial dalam kehidupan bernegara bermasyarakat

Tapi agar tak terlalu panjang dan ber-tele2 diakhiri sampai disini***

Komentar