Jokowi - Mega : dipersimpangan jalan?. (4)

 Jokowi - Mega : dipersimpangan  jalan?.   (4) Kekukuhan dan kejumawaan Mega ini terlihat dalam pidatonya  ketika dalam suatu acara intern PDIP dimana Jokowi juga tampak hadir.  Dengan nada yang sangat jumawa dan mengenyek Mega berkata :  "pak Jokowi ini bisa sampai seperti sekarang ini, karena PDIP lho?. Kalau ga karena PDIP he he...gak tau deh..... horrrre..,katanya sambil bersorak sendirian dengan wajah sinis. Jokowi yang ketika itu hadir dibarisan tempat duduk paling depan hanya tersenyum kecut ketika mendengar ucapan Mega. Barangkali dengan adanya beberapa perbedaan dan kejadian tsb diatas lah yang membuat Jokowi kemudian mulai melangkah kearah lain. Tak lagi mematuhi apa yang diinginkan Mega.  Peristiwa seperti itu (dienyek Mega didepan orang banyak),meski diintern partainya sendiri,karena dipublish  tentu dilihat dan diketahui juga oleh publik termasuk sang isteri Iriana.  Dan konon,Iriana lah yang kemudian menghendaki agar Gibran...

Disparitas

Saya sering merasa aneh, bin heran bila sedang berkomunikasi dengan anak2 muda yang namanya kaum milenial. Saya merasa telah terjadi disparitas dikalangan mereka yang sama2 kaum milenial tapi dgn intelegensi yang kontradiktif.

Yang saya maksud,diantara mereka  ternyata ada 2 kelompok kaum milenial : yg pintar, pintar sekali sehingga membuat saya agak terperangah. Tapi yang telmi,ya telmi sekali, sangat kelewatan, sehingga saya sering merasa agak jengkel juga dibuatnya.

                   *

Saya sering ke Indomaret dan Alfamart. Kalau saya belanja hanya 3 item yang masing2 harganya 18 rb, 12rb, 20rb, dan mesin registernya eror, kasirnya lalu repot cari2 kalkulator.

Padahal,kan diluar kepala juga dengan  mudahnya bisa dihitung,karena nilai rupiahnya kecil.  Karena tak sabar,dalam hitungan detik saya lalu bilang  kalau totalnya cmn  50rb. Tapi dia  tetap tak percaya,dan masih menghitungnya pakai kalkulator. Atau,waktu saya kirim 30 nasi box ke kantor yang harganya 22rb/box, juga sama, cari2 kalkulator untuk  mengkalikan berapa jumlah totalnya.

Bahkan dulu,ketika saya  masih jadi supplier Alfa supermarket (bukan Alfa yang sekarang),saya juga pernah heran dan kesal. 

Ketika saya kirim barang dan menyerahkan nota pengiriman yang alamatnya dinota tertulis Karawang, karyawan tsb lalu tanya: Karawang  dimana pak?

Ya ampyuuuuunn.....kata saya dalam hati. Sampai segitunya anak sekarang.

Saya  tidak hanya heran tapi sekaligus  bingung. Dalam hati saya bertanya : bagaimana ya cara Alfa merekrut karyawannya?  bukankah mereka paling tidak  dari lulusan SMA?

Lalu  saya ingat jaman  di SD dulu. Dalam pelajaran berhitung guru mengajarkan pelajaran mencongak Murid harus bisa menjumlah, kali,bagi, kurang, diluar kepala dlm hitungan detik yang dalam kurikulum sekarang mungkin sudah tidak diajarkan lagi. Atau dulu,dalam pelajaran ilmu bumi diajarkan yang namanya  peta buta. Murid harus hafal nama2 kota yang dipeta tak tertulis namanya. Jadi mungkin kalau sampai terjadi hal2 seperti itu,bukan sepenuh nya salah peserta didik, mgkin salah kurikulum juga.

Akan tetapi dilain tempat saya juga melihat sederetan anak2  muda yang dengan cekatan dan lincahnya mereka dengan komputernya membuat desain dengan program corel draw.

Saya kagum melihatnya,karena saya sendiri tidak bisa.

Begitulah denganterjadinya perubahan kurikulum yangg tak henti2nya,terjadi pula perubahan out put dikalangan peserta didik. 

Hanya perbedaannya : Dulu kualitas peserta didik boleh dikatakan rata2 atau equal. Tapi sekarang  secara tak disadari tampaknya  terjadi disparitas yang serius.




Komentar