Masalah kelangkaan minyak goreng ternyata tidaklah sederhana tetapi sangat complicated. Ruwet. Kita kini hanya melihat minyak goreng lagi seret, langka dipasaran ,bahkan menghilang. Mendadak.
Sehingga emak2 tiap hari harus antri, mengular sampai ber-jam2 hanya untuk bisa mendapatkan minyak goreng yang bersubsidi.
Itupun hanya boleh membeli 2liter minyak curah dengan harga rp.15ribu/ltr. Lewat dari harga yang ditentukan pemerintah yaitu rp.14ribu.Minyak kemasan meski banyak,tak ngantri, tak terjangkau karena harganya duakali lipat.
Masalah lain,banyak produsen minyak goreng yang juga terpaksa tutup, berhenti beroperasi,dan merumahkan sementara karyawannya. Karena bila terus beroperasi,akan merugi akibat harga beli CPO nya yang tinggi.
Sementara harga jual minyak goreng Rp.14ribu kepasaran tidak sesuai dengan biaya produksi. Bila dipaksakan produksi, akan terus merugi.
Dipihak lain Alvian Arahman ketua APKASINDO (Asosiasi petani kelapa sawit Ind.) juga berteriak karena harga beli tandan kelapa sawit yang dilakukan produsen terhadap petani masih rendah. Padahal harga CPO di dunia internasional kini tinggi.
Bagaimanakah keadaan sebenarnya yang terjadi?
Keadaan yang sebenarnya terjadi adalah karena adanya opportunity. Adanya opportunity karena naiknya harga CPO ditingkat dunia sebagai akibat terjadinya krisis energi di-negara2 lain. Tataniaga yang keliru, yang tak ketat dan tertib di kemendag juga akan mengakibatkan timbulnya opportunity dikalangan pengusaha. Sudah menjadi behavior nya para pengusaha,bila terjadi opportunity, pengusaha akan selalu memanfaatkan dengan se-baik2nya yaitu akan mencari keuntungan yang se-besar2nya.
Karena memang pada dasarnya para pengusaha adalah economic animal yang akan selalu memanfaatkan peluang yang ada.
Semboyan mereka : bila ada peluang yang akan sangat menguntungkan akan dimanfaatkan dengan se-baik2nya.Maka taklah heran bila terjadinya kelangkaan minyak goreng dipasaran yang selalu jadi korban adalah rakyat kecil,yang memang tak bisa apa2.
*
Komentar
Posting Komentar